Minggu, 29 September 2013


II
PEMBAHASAN


2.1  Awal kedatangan VOC di Indonesia
Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan Hindia Timur Belanda) atau VOC yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VWC yang merupakan perserikatan dagang Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagian saham. Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.
Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda. Tetapi rakyat Nusantara lebih mengenal Kompeni adalah tentara Belanda karena penindasannya dan pemerasan kepada rakyat Nusantara yang sama seperti tentara Belanda.

Datangnya orang Eropa melalui jalur laut diawali oleh Vasco da Gama, yang pada tahun 1497-1498 berhasil berlayar dari Eropa ke India melalui Tanjung Pengharapan (Cape of Good Hope) di ujung selatan Afrika, sehingga mereka tidak perlu lagi bersaing dengan pedagang-pedagang Timur Tengah untuk memperoleh akses ke Asia Timur, yang selama ini ditempuh melalui jalur darat yang sangat berbahaya. Pada awalnya, tujuan utama bangsa-bangsa Eropa ke Asia Timur dan Tenggara termasuk ke Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian juga dengan bangsa Belanda. Misi dagang yang kemudian dilanjutkan dengan politik pemukiman kolonisasi dilakukan oleh Belanda dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Maluku, sedangkan di Suriname dan Curaçao, tujuan Belanda sejak awal adalah murni kolonisasi (pemukiman). Dengan latar belakang perdagangan inilah awal kolonialisasi bangsa Indonesia (Hindia Belanda) berawal.
Selama abad ke 16 perdagangan rempah-rempah didominasi oleh Portugis dengan menggunakan Lisbon sebagai pelabuhan utama. Sebelum revolusi di negeri Belanda kota Antwerp memegang peranan penting sebagai distributor di Eropa Utara, akan tetapi setelah tahun 1591 Portugis melakukan kerjasama dengan firma-firma dari Jerman, Spanyol dan Italia menggunakan Hamburg sebagai pelabuhan utama sebagai tempat untuk mendistribusikan barang-barang dari Asia, memindah jalur perdagangan tidak melewati Belanda.
Namun ternyata perdagangan yang dilakukan Portugis tidak efisien dan tidak mampu menyuplai permintaan yang terus meninggi, terutama lada. Suplai yang tidak lancar menyebabkan harga lada meroket pada saat itu. Selain itu Unifikasi Portugal dan Kerajaan Spanyol (yang sedang dalam keadaan perang dengan Belanda pada saat itu) pada tahun 1580, menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Belanda. ketiga faktor tersebutlah yang mendorong Belanda memasuki perdagangan rempah-rempah Interkontinental. Akhirnya Jan Huyghen van Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan "jalur rahasia" pelayaran Portugis, yang membawa pelayaran pertama Cornelis de Houtman ke Banten, pelabuhan utama di Jawa pada tahun 1595-1597.
Pada tahun 1596 empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar menuju Indonesia, dan merupakan kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi ini mencapai Banten, pelabuhan lada utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat dalam perseteruan dengan orang Portugis dan penduduk lokal. Houtman berlayar lagi ke arah timur melalui pantai utara Jawa, sempat diserang oleh penduduk lokal di Sedayu berakibat pada kehilangan 12 orang awak, dan terlibat perseteruan dengan penduduk lokal di Madura menyebabkan terbunuhnya seorang pimpinan lokal. Setelah kehilangan separuh awak maka pada tahun berikutnya mereka memutuskan untuk kembali ke Belanda namun rempah-rempah yang dibawa cukup untuk menghasilkan keuntungan.
Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan Verenigde Oost-Indische Compagnie - VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit di antara negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, Perancis dan Belanda, untuk memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur. Untuk menghadapai masalah ini, oleh Staaten Generaal di Belanda, VOC diberi wewenang memiliki tentara yang harus mereka biayai sendiri. Selain itu, VOC juga mempunyai hak, atas nama Pemerintah Belanda yang waktu itu masih berbentuk Republik untuk membuat perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang terhadap suatu negara. Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan dagang seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.
Perusahaan ini mendirikan markasnya di Batavia (sekarang Jakarta) di pulau Jawa. Pos kolonial lainnya juga didirikan di tempat lainnya di Hindia Timur yang kemudian menjadi Indonesia, seperti di kepulauan rempah-rempah (Maluku), yang termasuk Kepulauan Banda di mana VOC manjalankan monopoli atas pala dan fuli. Metode yang digunakan untuk mempertahankan monompoli termasuk kekerasan terhadap populasi lokal, dan juga pemerasan dan pembunuhan massal.Pos perdagangan yang lebih tentram di Deshima, pulau buatan di lepas pantai Nagasaki, adalah tempat satu-satunya di mana orang Eropa dapat berdagang dengan Jepang.
Tahun 1603 VOC memperoleh izin di Banten untuk mendirikan kantor perwakilan, dan pada 1610 Pieter Both diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama (1610-1614), namun ia memilih Jayakarta sebagai basis administrasi VOC. Sementara itu, Frederik de Houtman menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605 - 1611) dan setelah itu menjadi Gubernur untuk Maluku (1621 - 1623).
Hak-hak istimewa yang tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) tanggal 20 Maret 1602 meliputi:
·         Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk kepentingan sendiri;
·         Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk:
a.       memelihara angkatan perang,
b.      memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,
c.       merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,
d.      memerintah daerah-daerah tersebut,
e.       menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan
f.       memungut pajak.
Tujuan utama dibentuknya VOC seperti tercermin dalam perundingan 15 Januari 1602 adalah untuk “menimbulkan bencana pada musuh dan guna keamanan tanah air”. Yang dimaksud musuh saat itu adalah Portugis dan Spanyol yang pada kurun Juni 1580Desember 1640 bergabung menjadi satu kekuasaan yang hendak merebut dominasi perdagangan di Asia. Untuk sementara waktu, melalui VOC bangsa Belanda masih menjalin hubungan baik bersama masyarakat Nusantara.





2.2  Keadaan Indonesia Pada Masa Politik Perdagangan VOC
Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda. Tetapi rakyat Nusantara lebih mengenal Kompeni adalah tentara Belanda karena penindasannya dan pemerasan kepada rakyat Nusantara yang sama seperti tentara Belanda. Politik kompeni di arahkan kepada memperoleh monopoli-monopoli di Negara Belanda lainya, di Indonesia terdapat orang-orang Eropa lainya, serta terdapat orang – orang Indonesia. Karena itu mereka berusaha mendapatkan monopoli-ekspor dari pengusaha-pengusaha Indonesia bagi barang hasil Indonesia yang tertentu, juga monopoli-impor barang-barang keperluan Indonesia yang terpenting pada waktu itu, yakni bahan pakaian dan candu.  Kompeni berangsur-angsur memperluas kekuasaan politiknya untuk mengawasi apakah persetujuan yang diadakan dengan raja-raja Indonesia ditaati. Dalam rangka konsolidasi dari pada persetujuan itu banyak terjadi penyerahan – penyerahan daerah oleh raja-raja kepada kompeni. Dengan demikian kompeni kecuali mendapatkan pengaruh ekonomi, juga memperoleh pengaruh politik yang besar.
Dalam garis besar perkembangan sejarah Indonesia pada masa VOC adalah seperti halnya dengan orang – orang Portugis, orang-orang Belanda berlayar terus secepat mungkin ke Maluku. Jika kedatangan orang – orang portugis menyebabkan bertambah besarnya permintaan akan rempah-rempah dan bertambah naiknya harga-harga maka kedatangan orang –orang belanda pada 1.k. tahun 1600 pun menyebabkan sekali lagi bertambah kerasnya persaingan dan makin meningkatnya harga – harga. Harga-harga lada, cengkeh dan pala menjadi dua kali lipat. Untuk bertahan hidup bangsa Belanda tidak menjual rempah – rempah dalam negri mereka untuk dapat hidup menghandalkan perkebunan beras dan kayu yang ada di hutan, beras di gunakan untuk kebutuhan makan sedangkan kayu untuk membuat kapal untuk menyelusuri daerah yang banyak rempah-rempah seperti lada, pala dan rempah- rempah lainya untuk di ekspor.
Ketika orang-orang Belanda VOC mau memonopoli rempah-rempah di kawasan Timur Indonesia mereka menjalankan praktek politik dagang dengan cara membuang, mengusir, dan membantai seluruh penduduk Pulau Banda pada tahun 1620.Pulau itu kemudian kosong sehingga isinya cuma kebun-kebun cengkeh, pohon-pohon pala, dan tanaman-tanaman yang menjadi komiditas dagang orang-orang Belanda di pasaran Eropa. Penduduknya kemudian diganti oleh orang-orang Belanda pendatang yang mempekerjakan para budak sebagai buruh kasar perkebunan.
VOC memang menjalankan politik dagang secara kejam. Mereka juga memerangi (membunuh) para pendatang Portugis, Spanyol, dan Inggris yang mencoba mencari rempah-rempah. Kapal-kapal mereka ditenggelamkan di laut dan menghukum secara keras para penyelundup yang mencoba melakukan perdagangan rempah-rempah secara tidak resmi dengan pihak di luar VOC.
Tahun 1609, di Banda timbul kesukaran – kesukatan yang mengakibatkan perang dengan orang Belanda dan didudukinya pulau itu. Pada tahun 1621/1622 pecah peperangan baru antara Banda dengan orang-orang Belanda yang menyebabkan sangat berkurangnya penduduk Banda, karena banyak di antara mereka tewas dan di buang. Kemudian tanahnya dibagi-bagi dalam kebun-kebun yang nantinya akan di tanam pohon pala. ( Almosudirjo Prajudi, 1957).


Terdapat beberapa kekerasan yang di lakukan bangsa Belanda VOC. Menurut sejarawan M.C Ricklefs, untuk menangani secara lebih tegas lagi politik perdagangan VOC di Asia maka pada tahun 1610 kerajaan Belanda menciptakan jabatan Gubernur Jenderal, yaitu pejabat yang jadi utusan raja di tanah jajahan. Maka sejak itulah praktek politik dagang Belanda di Hindia Belanda (Nusantara atau Indonesia sekarang) didasari oleh satu cara yaitu hancurkan semua yang merintangi melalui kekuatan militer. Maka VOC kemudian memiliki mata uang sendiri, membangun kastil, dan benteng-benteng untuk memperkokoh politik dagang mereka yaitu monopoli rempah-rempah. Dalam menjalankan monopoli perdagangan VOC menetapkan peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC dalam melaksanakan monopoli perdagangan yaitu  :
1.      Verplichte Leverranties
Penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yang telah ditetapkan oleh VOC. Tidak boleh menjual hasil bumi selain  kepada VOC.
Contoh penyerahan wajib, lada, rempah-rempah kepada VOC.
2.      Contingenten
Kewajibkan bagi rakyat untuk bayak pajak berupa hasil bumi
3.      Peraturan tentang ketentuan awal dan jumlah tanaman rempah- rempah yang boleh ditanam
4.      Pelayaran Hongi
Pelayaran dengan perahu kora-kora (perahu perang)untuk mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan VOC dan menindak pelanggarannya di Maluku.
5.      Ekstirpasi
Hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah agar tidak terjadi over produksi yang dapat menyebabkan harga merosot.
Ketika VOC mempergunakan haknya dengan menuntut supaya monopolinya ditaati, maka ternyatahal ini bagi penduduk Ambon merupakan suatu beban yang sangat berat dan menekan. VOC mempertahankan monopolinya dengan keras, juga terhadap orang – orang Eropa lainya yakni Portigis, Spanyol, dan Inggris, serta saingan – saingan bangsa Indonesia yakni orang – orang Makasar dan Jawa.
Dalam pertengahan babak kedua abad ke-17 kompeni mempunyai perdagangan dan angkatan laut yang terbesar di Asia. Batavia adalah pusat perdagangan yang terbesar di Asia Tenggara di lautan VOC lebih kuat dari pada saingan – saingannya bangsa Eropa, yakni orang – orang Inggris, dan Portugis. Lautan-lautan antar Tanah Arab dan Jepang dikuasainya. Pada waktu itu kompeni berkuasa dilautan, dan bukanya didaratan. Pimpinan VOC di Batavia yang menyebut dirinya  “Pemerintah” sebenarnya bukanlah suatu “pimpinan pemerintahan wilayah” melainkan merupakan pimpinan pusat di Asia dari pada kantor-kantor perdagangan dan bentang-bentang yang terpencar antara Afrika Selatan, Indonesia dan jepang.
Kedudukan VOC didaratan tidak lebih dari pada beberapa pulau rempah di Maluku dan beberapa buah tempat bertahan serta benteng, seperti Batavia, Malaka, dan Makasar. Inti kekuasaanya terletak dilaut dan dalam perniagaan yang berpangkal pada penguasaan beberapa tempat penting serta hak-hak perdagangan yang monopolistis. (Almosudirji Prajudi, 1957)

Dalam waktu itu kekuasaan kompeni di Indonesia sangat bertambah luas, dan hal ini mempunyai akibat-akibat bagi Makasar, yang menjadi pusat perdagangan dengan Maluku, sekalipun adanya monopoli-monopoli kompeni disitu. Tentu saja Raja Makasar menentang monopoli ini dengan sekuat tenaga. Ia membantu Ambon melawan VOC dan menganjurkan orang Inggris, Portugis, dan Denmark yang datang ke situ untuk membeli rempah-rempah, supaya mendirikan benteng-benteng di Makasar. Karena itu ia bertengkar dengan VOC yang menganggap Raja Makasar melanggar monopolinya. Pada tahun 1666 kompeni mulai menyerang makasar dan di menangkan oleh VOC. Daerah kekuasaan Makasar diseberang lautan jatuh ketangan kompeni. Orang – orang Eropa yang bukan bangsa Belanda harus meninggalkan makasar dan Belanda memperoleh monopoli perdagangan. Kekuasaan baru di makasar memungkinkan Belanda dapat lebih memperkeras pengawasan monopoli rempah-rempah di Maluku.  
Pada abad ke17 tampak suatu keadaan baru. Pada waktu itu semua pusat perdagangan bangsa Indonesia jatuh berturut-turut. Perdagangan Indonesia berkali-kali mencari jalan keluar, tetapi senantiasa di putuskan lagi. Setelah Malaka di taklukan oleh orang-orang portigis pada tahun 1511, maka perdagangan kota pindah ke Aceh dan Banten. Pada 1.k tahun 1700 VOC mencapai puncak kekuasaannya. Angkatan lautnua menguasai dan membantu mempertahankan monopoli di maliku, makasar, banten. Jambi dan di daerah lainya dari perairan  Indonesia.


Setelah tahun 1750 berakhirlah kebesaran kompeni. Dalam tahun 1784, setelah perang inggris yang ke empat dengan belanda, maka kompeni terpaksa harus memberikan kebebasan berlayar ke Indonesia kepada inggris. Masa monopoli kompeni berlalu, pimpinannya malin lama makin buruk, pembukuanya tidak baik, korupsi merajalela di antra pegawai-pegawai dan pada akhir abad ke18 ia pun runtuh. VOC dibubarkan bulan Desember 1799 karena mengalami krisis keuangan akibat perang-perang yang dilakukannya, korupsi yang dilakukan oleh pegawai-pegawainya, serta kalah bersaing dengan kongsi dagang lain. Sejak saat itu pemerintahan di Indonesia berada dibawah pemerintahan  Hindia Belanda.
Pemerintahan ini dipimpin oleh seorang Gubernur Jenderal Belanda sebagai wakil raja/ratu Belanda. Situasi politik yang terjadi di Eropa berpengaruh pula ke Indonesia salah satu contohnya pada waktu Belanda diduduki oleh Napoleon Bonaparte dari Perancis, maka secara tidak langsung Hindia Belanda berada dibawah kekuasaan Perancis dengan mengirim Herman William Daendels.Oktroi VOC berakhir pada tahun 1798. Pada tahun pertama setelah bubarnya kompenidi Indonesia hanya ada perusahaan sedikit.maka kompeni baru ditutup setelah datangnya Deindels dalam tahun 1808.





2.3  Dampak Dari Politik Perdagangan VOC
Dampak positif dan negative dari system politik yang diberlakukan oleh Belanda abad ke 17-19. Dalam kurun waktu 1602 sampai 1900, Belanda menerapkan system ekonomi yang diiringi dengan system politik di Indonesia. Penerapan dari system yang di terapkan oleh Belanda membawa danpak baik bagi belanda itu sendiri maupun bagi rakyat Indonesia sendiri. Ada beberapa system yang di terapkan oleh belanda di Indonesia dalam kurun waktu tersebut antara lain VOC dengan monopoli perdagangannya, system tanam paksa dan zaman liberal.
Dapat kita ketahui VOC dengan  monopoli perdaganganya memiliki dampak yang sangat kuat bagi kaum pribumi. Pada kenyataanya, betapa pun system yang di lakukan oleh Belanda pasti memebawa dampak-dampak sebagai akibat pelaksanaan suatu system, baik terhadap Belanda sendiri maupuan terhadap rakyat pribumi. Dampak yang paling jelas dan sangat dirasakan adalah terhadap rakyat pribumi. Kekayaan sumber daya alam Indonesia yang sebelumnya masih belum di manfaatkan secara maksimal, dengan kedatangan VOC membuat sumber kekayaan alam Indonesia bisa dieksplorasi, seperti sector perkebunan dan pertambangan yang dapat diwariskan dan di kembangkan sampai sekarang. Selain itu, rakyat Indonesia menjadi mengenal komoditi lokal. Komoditi tersebut seperti kopi dan opium/candu. Komoditi lokal seperti rempah-rempah pun menjadi komoditi ekspor yang laku dan sangat penting di pasaran Eropa. Dari itu semuah rakyat Indonesia menjadi mengenal system perekonomian baru, dari yang sebelumnya menggunakan system barter menjadi system ekonomi uang (pasar), walaupun hanya orang-orang tertentu saja yang menikmati.
Terhadap Negara Belanda, VOC juga membawa dampak yang secara umum menguntungkan. Dengan berdirinya VOC, keuangan Negara Belanda yang sebelumnya terpuruk akibat perang 80 tahun antar Belanda dengan Spanyol secara signifikan meningkat. Keuntungan yang didapatkan oleh Belanda tidak hanya dengan sector perdagangan saja, namun juga sector politik dimana Belanda mendapatkan wilayah yang dapat dijajah dan dieksploitasinya. Namun setelah VOC di bubarkan, VOC justru menjadi bumerang bagi Negara Belanda, karena keruntuhanya VOC membawa warisan hutang yang sangat banyak.
 Karena, VOC bangkrut, maka semua hutang-hutang VOC menjadi dilimpahkan kepada pemerintah Negara Belanda. Akibatnya kas Negara Belanda menjadi habis untuk membayar hutang-hutang yang di miliki olehVOC. Oleh karena itu, keadaan seperti itulah nantinya di Belanda muncul pemikran cemerlang dari Van Den Boch dalam rangka mengisi kas pemerintah Belanda dengan waktu yang singkatnya namun hasilnya yang banyak. Cultuurstelsel adalah system yang di terapkan oleh Belanda selanjutnya.    
Politik  Bangsa Belanda  selanjutnya adalah Tanam Paksa (Cultuurstelsel) pada tahun 1830 pemerintah kolonial Belanda dibawah gubernur jenderal Van den Bosch memberlakukan tanam paksa yang bertujuan meningkatkan produksi perkebunan terutama produksi yang sangat laku  di pasar internasional pada waktu itu yaitu teh, kopi, tebu, tembakau, indigo. 


Pelaksanaan tanam paksa sebagian besar di lakukan di jawa, yakni pada daerah – daerah yang langsung beradan di bawah pemerintahan administrative pemerintah Hindia Belanda (daerah Gubernemen). Tanaman – tanaman yang di tanam adalah tanaman wajib yang bersekala besar (gula, kopi dan indogo) dan bersekala kecil (tembakau, kayu manis, teh, merica, jati, dll). Pelaksanaan tanam paksa juga mengacu pada ketentuan pola pelaksanaany, yakni yang menyangkut tentang tanah (lahan), tanaman, hasil, dan tenaga kerja dalam pelaksanaan tanam paksa. Penanganan komoditas ekspor yang di hasilkan pada tanam paksa, mulai dari jawa sampai ke Belanda  di lakukan oleh perusahan dagang Belanda. Secara teori , setipak kebijakan yang di atur memiliki kelebihan dan keuntungan bagi semuah kompeni pengusaha dagang tetapi ketika terdapat musibah kelaparan di daerah Cirebon yang membuat kerugian pada pengusaha.
Aturan Tanam Paksan
a.       Setiap petani wajib menyerahkan seperlima tanahnya untuk ditanami tanaman yang laku dipasaran Eropa, seperti: kopi, nila,tebu, tembakau dan teh.
b.       Kegagalan panen akibat bencana alam ditanggung pemerintah.
c.       Tanah yang diserahkan kepada pemerintah dibebaskan dari pajak
d.      Jika hasil panen melebihi ketentuan, kelebihan itu akan dikembalikan kepada petani.
e.       Waktu yang digunakan untuk mengerjakan tanah tidak boleh melebihi waktu untuk menanam padi
f.        Penduduk yang tidak mempunyai lahan, wajib kerja diperkebunan milik Belanda selama 66 hari.
g.      Dalam pelaksanaanya, banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan penderitaan rakyat Indonesia. Akhirnya pemerintah kolonial menghentikan Tanam Paksa 1870 dan menggantikannya dengan system ekonomi terbuka.
Melalui sistem ekonomi terbuka pemerintahan  kolonial Belanda menjadikan wilayah Indonesia sebagai daerah tempat dilaksanakannya imperialisme modern. Salah satu Undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk mendukung sistem tersebut maka dikeluarkanlah Undang-undang Agraria.
Undang-Undang Agraria tahun 1870 (Agrarische Wet)
Latar belakang dikeluarkannya Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) antara lain karena kesewenangan pemerintah mengambil alih tanah rakyat. Tujuan Undang-Undang ini adalah  melindungi hak milik petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal asing serta memberi peluang kepada pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk Indonesia seperti dari Inggris, Belgia, USA, Jepang, Cina, dan lain-lain.
Membuka kesempatan kerja kepada penduduk untuk menjadi buruh perkebunan.
Dampak dikeluarkannya UU Agraria antara lain. Perkebunan diperluas, baik di Jawa maupun diluar pulau Jawa. Angkutan laut dimonopoli oleh perusahaan KPM yaitu perusahaan pengangkutan Belanda.
Selain dari system tanam paksa,  pajak untuk rakyat pun semakin tinggi dan masyarakat yang memiliki tanah akan di sewakan kepada pihak swasta dan tanahnya agar dapat di Tanami tanaman ekspor.
2.4  Analisis dari beberapa buku
Penelitian mengenai VOC kini mulai digiatkan kembali, terutama setelah Prof.Dr. Meilink-Roelotsz membentik suatu team penelitian di universitas Leiden. Berbagai masalah suatu hal yang cukup memusingkan seperti dikembangkan oleh Gaastradalam bukunya . selain itu perlu diadakan penelitian mengenai kegiatan VOC di berbagai bentengnya di Nusantara. Masalah lain adalah dampak VOC pada pola pelayaran dagang di nusantara. Beberapa telah dikemukakan penelitian mengenai Maluku. Tetapi bagaimana keadaannya di pantai utara pulau jawa belum bisa dikatakan dengan pasti. Demikian pula kedaan VOC di makasar, Banjarmasin, Padang dan sebagainya.
Semuah masalah tersebut masih menunggu penelitian yang mahir, bukan saja dalam masalah- masalah metodologi sejarah tetapi juga dalam bahasa dari tulisan Belanda abad-abad  ke 17 dan ke 18.
Sementara itu bisa di simpulkan bahwa pengaruh VOC di nusantara sesungguhnya terdapat dalam dunia ekonomi saja khususnya pelayaran-niaga. Semuah kota dagang pengeksporan rempah-rempah di nusantara  sampai tahun 1680 berangsur-angsur dikuasai VOC. Hanya Aceh saja yang tidak dapat dikuasainya. Kerajaan Berunai yang sesungguhnya telah muncul juga bersama dengan Pasai., malka, sama sekali tidak di sentuh oleh VOC. Hal ini disenabkan terutama karena Berunai buksn kota dagang pengeksporan rempah-rempah. Dalam jangka panjang dapat di katakana bahwa terlepasnya Brunai dari genggaman VOC membawa akibat masuknya inggris di wilayah itu.

Sejarah emang penuh dengan unsur-unsur kebetulan (incidents) di sampaing hasil upaya yang sengaja dirancang atau yang sudah menjadi pola yang sulit di ubah, selainBrunai, juga Timor-Timor tidak menjadi perhatian VOC, sekalipun banyak orang portigis yang diusir oleh Babullah dari ternate pada tahun 1575 melarikan diri ketempat itu. Perkembangan yang berbeda terjadi di Ambon di mana sebagian dari orang Portigis yang melarikan diri dari Ternate itu menetap dan berhasil mendirikan benteng yang kuat di sana pada tahun 1580.
Kedudukanya yang strategis dalam perdagangan rempah-rempah di Maluku, maka pada tahun 1605 VOC merebutnya dari Portugis. Minahasa adalah kasus lain lagi.  Kepentingan VOC pertama kali bukan rempah-rempah tetapi beras yang diperlukan untuk makan bagi awaknya di berbagai benteng di Maluku. Perkembangan sejarah di Minahasa dengan demikian mempunyai pola yang berlainan dengan perkembangan di Maluku. Semuah ini masih memerlukan penelitian yang mendalam sebelum bisa disimpulkan dengan pasti keduduannya dalam sejarah ekonomi.     





Tidak ada komentar:

Posting Komentar